Senin, 04 Oktober 2010

Kondisi Ekologi dan Lingkungan Hidup di Era Modern

1.Pengertian Ekologi


Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 – 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.

 Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar makhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau lingkungannya. Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik.
Para ahli ekologi mempelajari hal berikut[2]:
Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkannya.
Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.Kini para ekolog(orang yang mempelajari ekologi)berfokus kepada Ekowilayah bumi dan riset perubahan iklim.
 

Konsep Ekologi:


Hubungan keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis). Perubahan terhadap salah satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya. Homeostatis adalah kecenderungan sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada dalam keseimbangan.
Ekosistem mampu memelihara dan mengatur diri sendiri seperti halnya komponen penyusunnya yaitu organisme dan populasi. Dengan demikian, ekosistem dapat dianggap suatu cibernetik di alam. Namun manusia cenderung mengganggu sistem pengendalian alamiah ini.
Ekosistem merupakan kumpulan dari bermacam-macam dari alam tersebut, contoh hewan, tumbuhan, lingkungan, dan yang terakhir manusia


 2.Asas Pengelolaan Lingkungan di Era Modern


Pembangunan berkelanjutan atau sustainable adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang merupakan suatu proses pembangunan yang secara berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari sumber alam dan sumberdaya dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber alam yang tersedia. Sumberdaya alam yang tersedia ada yang bisa diperbaharui (renewablity) dan ada yang tidak dapat diperbaharui (stock resource), yang secara implicit pengertian diatas mengandung makna beberapa aspek yaitu: proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung oleh sumber alam dengan kualitaas lingkungan dan manusia semakin berkembang, sumber alam terutama udara, air dan tanah, memiliki ambang batas dimana pemanfaatan yang berlebihan akan menyebabkan berkurangnya kuantitas dan kualitas sumber daya alam sehingga mengurangi kemampuannya mendukung kehidupan umat manusia. Makna berikutnya adalah kualitas lingkungan berkolerasi langsung dengan kualitas hidup, sehingga semakin baik mutu kualitas lingkungan semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang antara lain tercermin pada meningkatnya usia harapan hidup, turunnya tingkat kematian, dan lain-lain.. makna yang terakhir adalah pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi kemungkinan lagi generasi masa depan juga dapat meningkat kesejahteraannya.
 
Pembangunan berkelanjutan yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

“Pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.”a

Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.

Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep “pertumbuhan ekonomi” itu sendiri bermasalah, karena sumber daya bumi itu sendiri terbatas.

Skema pembangunan berkelanjutan: pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa “keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam”. Dengan demikian “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual”. dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan).

Indikator / Kriteria Pembangunan Berkelanjutan

Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut diatas, yaitu aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Djajadiningrat (2005) dalam buku Suistanable Future: Menggagas Warisan peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat, menyatakan bahwa dalam pembangunan yang berkelanjutan terdapat 5 aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Keberlanjutan Ekologis

2. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi

3. Keberlanjutan Sosial dan Budaya

4. Keberlanjutan Politik

5. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan

Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolok ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun di daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur itu meliputi:
-pro lingkungan hidup;
-pro rakyat miskin;
-pro kesetaraan jender;
-pro penciptaan lapangan kerja;
-pro dengan bentuk negara kesatuan RI dan
harus anti korupsi, kolusi serta nepotisme. 

semisalnya asas-asas dalam ekologi


Asas asas ekologi
ASAS 1. Semua energi yang memasuki sebuah organisme hidup, populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan atau diciptakan
ASAS 2. Tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien
ASAS 3. Materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya termasuk kategori sumberdaya alam
ASAS 4. Untuk semua kategori sumber alam, kalau pengadaanya sudah mencapai optimum, pengaruh unit kenaikannya sering menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum. Melampaui batas maksimum ini tak akan ada pengaruh yang menguntungkan lagi
ASAS 5. Ada dua jenis sumber alam dasar, yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya, dan yang tak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut.
Permasalahan lingkungan hidup terdiri dari permasalahan lingkungan global dan sektoral. Contoh permasalahan lingkungan global adalah: pertumbuhan penduduk, penggunaan sumber daya alam yang tidak merata; perubahan cuaca global karena berbagai kasus pencemaran dan gaya hidup yang berlebihan; serta penurunan keanekaragaman hayati akibat perilaku manusia, yang kecepatannya meningkat luar biasa akhir-akhir ini. Contoh permasalahan lingkungan sektoral dibahas masalah lingkungan yang terjadi di Indonesia. Masalah tersebut terjadi pada berbagai ekosistem, seperti yang terjadi di kawasan pertanian, hutan, pesisir, laut, dan perkotaan.



3.Permasalahan keterbatasan SDA dalam pembangunan dan minimnya tingkat pengetahuan SDM di Indonesia pada Era Modern




 SDA menjadi aset kekayaan bangsa yang tak ternilai bagi manusia. Ia menopang keberlangsungan hidup manusia dalam hubungan yang saling menguntungkan. Manusia dapat hidup harmonis karena sumbangsih alam. Pun sebaliknya, lingkungan lestari karena 'kasih sayang' manusia. Namun, hubungan keduanya kini condong ke arah eksploitatif yang disokong oleh kekuatan kapital. Kapitalisme telah melakukan penetrasi dalam pengelolaan SDA negeri. Agen-agen industri di bawah bendera asing telah mengomoditisasi SDA yang berdampak pada krisisnya hubungan manusia dan lingkungan.

Eksploitasi merupakan tindakan penguasaan dan penggunaan untuk memeras potensi SDA, baik yang terbaharukan maupun yang tidak. Sebagai negara berkembang, melimpahnya SDA tentu sangat berguna bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sayang, kerentanan ekonomi sebagai negara berkembang dimanfaatkan dengan baik oleh negara maju. Melalui kekuatan multikoorporasinya, negara maju menjalin kerjasama dengan negara berkembang untuk berinvestasi di berbagai bidang, seperti pertambangan, energi hingga perdagangan.

Meminjam istilah Anthony Giddens, mesin kapitalisme telah menjadi Juggernaut modernitas. Ia menggilas dan mengeksploitasi SDA dengan skala besar demi keberlangsungan megaproyek industri. Ia pun acuh bahwa jalan yang ditempuhnya berkonsekuensi negatif terhadap kehidupan masyarakat. Maka janganlah heran, apabila dari wilayah ujung barat hingga paling timur tanah air kita telah dieksploitasi secara membabi buta.

Menuju Masyarakat Risiko

Problem eksploitasi lingkungan mengajak kita untuk merenungkan kembali hakekat alam bagi kehidupan manusia. Pertama, kita harus tahu bagaimana cara kita memahami lingkungan. Alam merupakan ruang interaksi yang saling mempengaruhi bagi makhluk hidup. Mereka tidak dapat berkembang biak dan hidup tanpa alam. Kedua, adalah bagaimana kita memahami hubungan antara manusia, lingkungan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat mengalami perkembangan dalam "mengelola" alam di era industrialisasi saat ini.Mulai dari berburu-meramu, bercocok-tanam a la tradisional hingga pengolahan hasil alam dengan teknologi mesin. Manusia menciptakan teknologi untuk memenuhi kepentingan umatnya dalam mengonsumsi hasil alam.

Ketiga, kita harus mengetahui sifat SDA yang kita miliki, terbatas (scarcity) atau melimpah (abundance). Kuantitas kekayaan alam tanah air kita melimpah-ruah. Namun, keserakahan manusia yang menyebabkan kelangkaan. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi faktor di luar diri mereka. Pesatnya penemuan serta perkembangan teknologi adalah salah satunya. Memang, teknologi diciptakan oleh manusia untuk 'mempermudah' kehidupan, seperti untuk mengelola hasil sumber daya yang dihasilkan lingkungan. Namun, penggunannya acapkali tidak dibarengi dengan komitmen moral. Alam dijadikan sarana eksploitasi hanya demi memenuhi keinginan, bukan kebutuhan. Tak pelak, hal itu memperbesar risiko dalam kehidupan masyarakat. Anthony Giddens, Sosiolog kontemporer asal Inggris menyebut perkembangan kehidupan manusia seperti itu sebagai masyarakat risiko (risk society).

Zaman modern salah satunya dicirikan oleh risiko pada kehidupan masyarakatnya. Risiko, itulah kata yang melekat pada segala aktivitas masyarakat global. Pada konsep ini, Anthony Giddens (1998: 10) mengemukakan, "That's what futures markets are really: they're a kind of continual reflection of risk folded upon folded upon risk." Menurut Giddens, risiko adalah konsep yang khas dan modern. Ia membagi risiko menjadi dua jenis, yaitu risiko ekstrenal dan risiko buatan (manufactured risk).

Risiko eksternal datang dari luar atau ketentuan tradisi alam. Nilai ini berlaku pada abad pertengahan, dimana manusia masih percaya bahwa segala sesuatu terjadi menurut
penyelenggaraan ilahi atau menurut kodrat. Sedangkan risiko buatan (manufactured risk) tercipta sebagai dampak perkembangan pengetahuan manusia akan dunia. Pada abad modern, manusia bisa membuat sesuatu yang berbahaya atau berisiko. Bahaya atau risiko itu tidak didatangkan dari alam untuk manusia, tetapi merupakan akibat dari perbuatan manusia sendiri.

Peralihan risiko

Dalam masyarakat yang berbudaya tradisional maupun industri, mereka senantiasa khawatir akan risiko yang berasal dari alam, seperti kegagalan panen, banjir, wabah penyakit hingga paceklik. Namun, pada saat ini kita tidak lagi terlalu khawatir akan apa yang dapat alam lakukan kepada kita, melainkan akan apa yang kita lakukan terhadap alam. Hal ini menandai adanya peralihan dominasi risiko eksternal ke dominasi risiko buatan.

Peralihan risiko pada masyarakat dipengaruhi perkembangan hubungan manusia, lingkungan dan teknologi. Hubungan antara manusia dan lingkungan menginspirasi dan mendorong lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk-produk teknologi mempengaruhi interaksi keduanya. Kecanggihan teknologi dapat menghipnotis manusia untuk mengeksploitasi SDA. Lingkungan diperkosa (baca: dieksploitasi) oleh syahwat konsumsi manusia. Mereka pun lupa akan pembangunan berkelanjutan bagi lingkungannya.

Perlakuan manusia dalam mengelola SDA secara eksploitatif berkonsekuensi mendatangkan risiko. Keterbatasan SDA mau tidak mau membuat masyarakat harus saling bersaing satu sama lain untuk memperolehnya. Tidak ada yang bisa menjamin kompetisi akan berjalan tanpa konflik. Selain itu, kerusakan lingkungan akibat eksploitasi dapat berdampak pada berbagai bencana alam serta risiko lainnya yang harus dihadapi masyarakat.

Mengendalikan Risiko

Era global mempengaruhi masyarakat bergaya hidup konsumtif. Aktivitas konsumsi tidak hanya dilandasi kebutuhan akan nilai guna (use value) suatu komoditas, namun karena keinginan masyarakat yang diciptakan pasar. Jean Baudrillard menyebut fenomena ini sebagai masyarakat konsumsi karena kehidupan masyarakat menjadi tak pernah terpuaskan secara aktual.

Eksploitasi SDA memang dijadikan alat percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, di lain sisi telah meningkatkan akumulasi kapital negara-negara maju selaku investastor modal dan teknologi. Bersamaan dengan itu, upaya modernisasi Indonesia di sektor ekonomi telah melahirkan beragam dampak negatif bagi lingkungan serta dampak sosial yang dialami oleh sebagian besar masyarakat kita, seperti pemanasan global.

Kita sama sekali tidak dapat mengetahui tingkat risiko yang sesungguhnya, sampai segala sesuatunya sudah terlambat. Kita harus segera memberi tanggapan dan ambil tindakan terhadap perubahan iklim dunia. Cara yang paling efektif untuk mengatasi munculnya risiko buatan itu adalah menerapkan 'prinsip pencegahan'. Segala tindakan yang merugikan lingkungan harus dicegah, dengan kekuatan hukum yang tegas, adil dan tidak 'tebang pilih' dalam memberi sanksi. Selain pengamanan secara hukum, pemerintah perlu melaksanakan berbagai program untuk melindungi lingkungan sebagai upaya mendekatkan masyarakat dengan alam.



4.Peranan teknologi dalam pengelolaan SDA di Indonesia 


 Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan teknologi yang pesat membuat aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya makin beragam. Sayangnya, kebanyakan aktivitas tersebut menghasilkan dampak yang berbahaya dalam jangka pendek maupun jangka panjang pada manusia itu sendiri juga pada alam sebagai penyedia sumber daya aktivitas tersebut. Rekayasa yang dilakukan manusia ternyata belum mampu menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Dibutuhkan Sistem Pengelolaan Lingkungan dalam bentuk kebijakan dan tindakan holistik yang mampu menangani aktivitas manusia mulai dari pemanfaatan sumber daya, alternatif proses yang dapat di lakukan, sampai mengembalikan hasil proses ke alam.


eran teknologi pengelolaan lingkungan dalam berbagai kegiatan sangat penting artinya dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Upaya pendekatan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan harus secara maksimal diupayakan. Pencegahan pencemaran melalui proses dan produk dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang tidak menghasilkan atau seminimal mungkin menghasilkan limbah. Oleh karena itu pengembangan teknologi pengelolaan lingkungan dilakukan secara terus menerus.

Kebanyakan perusahaan manufaktur Indonesia umumnya mempunyai kemampuan operasional yang cukup tinggi, artinya mampu menjalankan proses produksi di pabrik secara lancar, namun kemampuan akuisitif, inovatif dan adatif umumnya dilakukan oleh mitra asing, sedangkan mitra dan tenaga ahli Indonesia umumnya kurang berperan. Oleh karena itu, transfer teknologi lingkungan juga tidak berjalan lancar atau terbatas saja pada kemampuan operasional.

Transfer teknologi merupakan masalah penting terutama bagi negara berkembang. Pada kenyataanya banyak teknologi yang dijual di negara berkembang merupakan teknologi bekas yamg sudah tidak digunakan lagi karena sudah tidak memenuhi standar yang baru ataupun peraturan yang berlaku. Menghadapi masalah globalisasi di bidang lingkungan dan pembangunan, transfer teknologi akrab lingkungan menjadi masalah penting tidak hanya dalam lingkup nasional, maupun juga dalam lingkup internasional.

Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan teknologi lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Teknologi lingkungan masih dianggap sebagai parameter yang memperbesar biaya produksi.
2. Tidak semua teknologi lingkungan yang diimpor sesuai dan dapat memberikan effektifitas yang sama apabila di pasang di negara pengguna.
3. Teknologi lingkungan yang ada saat ini, kebanyakan diperuntukan untuk industri besar sehingga tidak ekonomis untuk diperuntukan pada IKM/UKM.
4. Terbatasnya jenis lingkungan tepat guna dan ramah lingkungan.
5. Belum adanya mekanisme verifikasi serta menginformasikan setiap teknologi lingkungan yang handal dan layak untuk dugunakan oleh masyarakat.

Permasalahan ini harus segera ditanggulangi agar pencemaran dan pengrusakan lingkungan tidak terjadi. Peran pemerintah dalam menanggulangi permasalahan teknologi lingkungan bagi IKM/UKM dengan menyediakan teknologi berwawasan lingkungan yang harganya murah dan terjangkau merupakan rantangan yang harus segera menjadi prioritas.

Kita perlu menetapkan strategi masa depan dalam penguasaan, penerapan dan pengembangan teknologi lingkungan agar permasalahan tersebutr diatas dapat diselesaikan, yaitu:
1. Mendorong penyebaran dan pengembangan teknologi lingkungan antara institusi peneliti dengan organisasi bisnis.
2. Pemerintah memfasilitasi konsultasi diantara semua stakeholders yang terkait dalam menciptakan teknologi lokal yang baik dan cocok untuk pengelolaan lingkungan.
3. Pemerintah memberikan inisiatif pada institusi yang mengembangkan dan mengimplementasikan teknologi yang akrab lingkungan.

Untuk melaksanakan strategi tersebut perlu dilaksanakan program dalam pengembangan teknologi lingkungan antara lain:
1. Meningkatkan teknologi lanjutan, teknologi proses, teknologi produksi dan "re-engineering".
2. Kemitraan diantara institusi peneliti, perguruan tinggi dan swasta.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna berwawasan lingkungan.
4. Menciptakan iklim kondusif untuk penyebaran dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi lingkungan.
5. Mengembangkan penelitian dan teknologi sesuai dengan hasil evaluasi terhadap kinerja teknologi yang telah diterapkan.

Peran sektor swasta sangat penting dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi lingkungan. Perlu berbagai masukan dari berbagai pihak yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam. Masing-masing perusahaan diharapkan dapat lebih meningkatkan pengelolaan lingkungan dengan terus menggunakan teknologi akrab lingkungan.
 





DAFTAR PUSTAKA


Marlina, Ani (2009). 5 karakteristik untuk mendefinisikan sustainable dan 4 hal yang membawahi sustainable. wordpress: Jakarta. 
ITB (2007). Teknologi pengelolaan lingkungan. ITB: Bandung. 
Indonesia, Media (2008). masyarakat resiko don konsekuensi eksploitasi: Jakarta
MENLH (2002) peran dan strategi teknologi lingkungan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. MENLH: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar